Jumat, 19 April 2013

pendidikan vokasi ?

Ketika output lulusan vokasi ternyata masih belum mencapai harapan, ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebabnya. Kualitas masing-masing lulusan, mungkin. Selain itu, sebenarnya ada hal lain yang harusnya menjadi pertimbangan, yaitu kualitas pengajar. Ketika pengajar vokasi justru bukan berasal dari dunia vokasi, hal ini justru menjadi bumerang tersendiri bagi dunia pendidikan vokasi.

Hal ini disampaikan Ir. Hadiwaratama, MS.c, salah satu penggagas sekaligus pendiri Politeknik Negeri di Indonesia dalam acara Talkshow bertajuk “Pendidikan Vokasi Mau Kemana” yang digelar di Aula Pertamina Polinema Senin (8/4) lalu. “50 persen lebih guru vokasi bukan dari pendidikan vokasi. Ini salah satu faktor mengapa lulusan vokasi kita masih jauh dari harapan kualitasnya” kata pria asal Jogjakarta ini. Ia mengungkapkan, vokasi memiliki ciri khas kurikulum 60% praktikum dan 40% teori. Oleh karena itu, idealnya tenaga pendidiknya adalah tenaga profesional yang tidak hanya sekedar memiliki ijazah S2 saja.

“Dulu Indonesia punya pusat pelatihan bagi calon dosen Politeknik, tempatnya di Bandung. Jadi dosen Poltek harus dididik dulu setahun sebelum mengajar,” jelasnya. Sayangnya, menurutnya, dewasa ini orang lebih suka mencari ijazah daripada keterampilan, sehingga agenda pelatihan satu tahun dianggap tidak penting dari mengejar gelar. Menurutnya, Politeknik kedepan harus smart dalam menentukan pilihan fokus, apakah akan menekuni basic research, technological research, atau angineering. Politeknik juga harus memperhatikan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan hasil kajian di berbagai negara, sebagai sumber dalam pembuatan program dan kurikulum di Politeknik.

Selain Ir. Hadiwaratama, turut hadir Direktur Seamolec, DR. Ir. Gatot Hari Priowirjanto dan Direktur Pembinaan SMK Kemdikbud, Anang Cahyono ST. MT. Dalam kesempatan ini, Gatot menekankan pentingnya sinergi antara politeknik dengan industri, sehingga lulusan yang dihasilkan bisa langsung bekerja. Sementara itu, Anang mengingatkan tugas berat pendidikan vokasi dengan adanya demografi Indonesia 2030, yakni usia produktif yang akan meluber, sehingga jangan sampai mereka tidak terserap di dunia kerja akibat pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. (hms)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar